8 Macam Puasa Sunnah
Macam Macam Puasa Sunnah |
Macam Macam Puasa Sunnah
Pada kesempatan kali ini, mencoba mengangkat pembahasan Macam Macam Puasa Sunnah yang bisa diamalkan sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga bermanfaat.
Sungguh, puasa adalah amalan yang
sangat utama. Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits berikut,
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى
وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang
dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang
semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang
akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan
karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu
kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau
minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Adapun puasa sunnah adalah amalan
yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah
dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as
saabiqun al muqorrobun).[1] Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا
يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى
يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى
بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan
diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku
telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia
gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan
untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang,
memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon
sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan,
pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).
1. Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ
الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى
وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan (pada
Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan
sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari
jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
beliau mengatakan,
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ
وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai
no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)
2. Puasa Tiga Hari Setiap
Bulan Hijriyah
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap
bulannya, pada hari apa saja.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى
خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak
meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2]
mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”( HR.
Bukhari no. 1178)
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
أَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ
شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ
يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Apakah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.”
Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?”
‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya
semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)
Namun, hari yang utama untuk
berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal
dengan ayyamul biid.[2] Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ
الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika
bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).
Dari Abu Dzar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا
ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ
وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga
hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari
bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)
3. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah
sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أحَبُّ
الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ
دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ،
وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا
“Puasa yang paling disukai oleh
Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat
Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan
tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR.
Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)
Dari 'Abdullah bin 'Amru
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أُخْبِرَ
رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنِّى أَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ
النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ الَّذِى تَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ
وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ » قُلْتُ قَدْ قُلْتُهُ . قَالَ « إِنَّكَ لاَ
تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ ، وَقُمْ وَنَمْ ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ
ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَذَلِكَ
مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ » . فَقُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ » . قَالَ قُلْتُ
إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا
، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَهْوَ عَدْلُ الصِّيَامِ » . قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ
أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ » .
Disampaikan kabar kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa aku berkata; "Demi Allah, sungguh aku
akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan shalat malam sepanjang
hidupku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya
('Abdullah bin 'Amru): "Benarkah kamu yang berkata; "Sungguh aku akan
berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan shalat malam sepanjang
hidupku?". Kujawab; "Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh
aku memang telah mengatakannya". Maka Beliau berkata: "Sungguh kamu
pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan
berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam
setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang
serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun." Aku katakan; "Sungguh
aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah". Beliau berkata: "Kalau begitu
puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari". Aku katakan lagi:
"Sungguh aku mampu yang lebih dari itu". Beliau berkata: "Kalau
begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa
Nabi Allah Daud 'alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama". Aku
katakan lagi: "Sungguh aku mampu yang lebih dari itu". Maka beliau
bersabda: "Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu". (HR. Bukhari
no. 3418 dan Muslim no. 1159)
Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di
atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari
melakukan puasa lebih dari puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak.”[3]
Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan,
“Puasa seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak adalah lebih afdhol
dari puasa yang dilakukan terus menerus (setiap harinya).”[4]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh
orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia
melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan
lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk
belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya
yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas,
maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. ... Wallahul Muwaffiq.”[5]
4. Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan,
لَمْ
يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ
شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.”
(HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ
يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya
sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Yang dimaksud di sini adalah
berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya[6]) sebagaimana
diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir.[7] Para ulama berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh
selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah
wajib.[8]
5. Puasa Enam Hari di
Bulan Syawal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun
penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
6. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ
أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ
الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
».
"Tidak ada satu amal sholeh
yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada
hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat
bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang
berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali
satupun." (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no.
1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih). Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah
berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga
amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih
lainnya.[9] Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan
puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari
istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ
عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ
الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10
Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[10], ...” (HR. Abu Daud no. 2437.
Shahih).
7. Puasa ‘Arofah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada
tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى
قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan
menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga
ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura
akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).
Sedangkan untuk orang yang berhaji
tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَفْطَرَ بِعَرَفَةَ وَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ أُمُّ
الْفَضْلِ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu,
beliau pun meminumnya.” (HR. Tirmidzi no. 750. Hasan shahih).
8. Puasa ‘Asyura
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah
(puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat
yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no.
1163). An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan
bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[11]
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada
tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad di akhir
umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun
diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah
untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma
berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari
’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada
yang berkata,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ -
إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ
الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah
hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan
berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun
depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR.
Muslim no. 1134).
Macam Macam Puasa Sunnah
Begitulah Macam Macam Puasa Sunnah semuga bermanfaat
0 komentar:
Posting Komentar